Angka kematian ibu dan anak di Indonesia masih sangat tinggi. Tak hanya itu, perkembangan anak di bawah normal atau stunting di Indonesia bahkan masih melebihi batas wajar dari WHO. WHO sendiri memberikan toleransi 20 persen, sedangkan angka stunting di Indonesia mencapai 30 persen. Mengapa jumlah kasus stunting di Indonesia sangat tinggi? Ketidaksiapan ibu hamil, baik secara fisik maupun psikis, terlebih yang masih berusia muda menjadi salah satu penyebabnya. Pengetahuan ibu hamil yang masih terbatas juga dapat mempengaruhi pemberian gizi pada 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan).
Angka stunting yang tinggi di Indonesia tentu membutuhkan perhatian lebih. Pasalnya, dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya dua provinsi yang memiliki angka stunting di bawah 20 persen. Padahal, dampak stunting ini sangat berpengaruh besar pada generasi Indonesia pada masa yang akan datang. Namun, sebelum membahas dampak dan upaya pencegahan stunting, mari kita bahas dulu apa itu stunting.
Pengertian Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak-anak akibat adanya masalah kekurangan gizi. Akibatnya, anak yang mengalami stunting akan memiliki tinggi badan lebih pendek daripada tinggi badan standar anak seusianya. Di indonesia, stunting biasa disebut dengan kerdil. Meski anak stunting memiliki tinggi badan yang lebih pendek, tetapi bukan berarti semua anak yang pendek mengalami stunting. Stunting biasanya terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Berdasarkan publikasi dari WHO, pada tahun 2017 ada sebanyak 22,2% penderita stunting di dunia yang berarti ada sekitar 150,8 juta anak yang menderita stunting.
Meski jumlah ini sudah mengalami penurunan, namun masih melebihi batas dari toleransi WHO. Jumlah balita stunting terbanyak berada di Asia dengan persentase 55 persen atau sekitar 83,6 juta balita mengalami masalah stunting. Dari 83,6 juta balita, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan sebesar 58,7 persen.
Di Indonesia, masalah stunting menjadi masalah gizi utama. Menurut data PSG, prevalensi balita pendek di Indonesia selama tahun 2015-2017 selalu lebih tinggi dari masalah gizi yang lain. Seperti misalnya, kurus, gizi kurang, dan gemuk.
Nah, kira-kira apa penyebab terjadinya stunting? Berikut informasinya!
Penyebab Terjadinya Stunting
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stunting. Seperti misalnya, kesakitan pada bayi, kurangnya asupan gizi pada bayi, kondisi sosial ekonomi, dan juga kondisi gizi masih hamil. Namun umumnya, penyebab stunting adalah asupan gizi kurang yang terjadi dalam kurun waktu lama. Kekurangan gizi ini dapat terjadi sejak masih dalam masa kehamilan, masa bayi, atau sudah anak-anak. Biasanya, insiden malnutrisi akan mengalami peningkatan yang tajam saat bayi berusia 6-18 bulan, yang berarti usia anak sudah memasuki masa MPASI. Dari hal ini, ada kemungkinan para orang tua kurang tahu atau kurang mampu dalam menyiapkan MPASI yang higienis dan dapat mencukupi kebutuhan gizi seimbang.
Tak hanya asupan si kecil saja yang perlu perhatian, kandungan nutrisi yang masuk dalam tubuh si ibu juga harus menjadi perhatian. Ibu yang mengalami kekurangan nutrisi selama mengandung dan/atau menyusui juga dapat menyebabkan anak stunting. Stunting juga bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit kronik, seperti infeksi TBC, diare akut berulang, atau diare kronik. Postur tubuh ibu yang pendek, usia ibu yang masih remaja saat mengandung, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat juga dapat menyebabkan terjadinya stunting.
Menurut WHO, remaja dengan usia antara 10-19 tahun sebenarnya sedang memasuki masa pertumbuhan atau growth spurt. Namun, di usia ini, remaja juga banyak yang mengalami kekurangan gizi. Dengan begitu, kemungkinan terjadinya stunting pada ibu hamil yang memiliki usia muda masih sangat tinggi.
Tanda-Tanda Stunting
Stunting bermula dari pra-konsepsi saat seorang remaja menjadi ibu dengan gizi yang kurang dan anemia. Kemudian, akan bertambah parah saat hamil, sementara asupan gizinya masih tidak dapat mencukupi kebutuhan. Terlebih lagi jika tinggal di daerah dengan sanitasi yang kurang memadai. Jika melihat dari asupan makanannya, pada umumnya, ibu hamil akan mengalami defisit energi dan protein. Kondisi tersebut juga terkadang disertai dengan kondisi tubuh ibu hamil yang pendek. Adapun tanda-tanda jika anak mengalami stunting di antaranya adalah:
- Berat badan rendah, tetapi memiliki pipi yang chubby
- Memiliki tinggi badan di bawah minus dua standar deviasi yang ditetapkan WHO sesuai dengan usianya
- Memiliki proporsi tubuh yang normal, tetapi terlihat lebih muda dari anak seusianya
- Pertumbuhan gigi terlambat
- Pertumbuhan tulang terlambat
- Memiliki performa yang buruk dalam tes perhatian dan memori belajar
Dampak Stunting
Dampak stunting ini tidak hanya berpengaruh pada kondisi tinggi badan saja, tetapi juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak. Bahkan, dampak stunting bagi kecerdasan anak pada usia dua tahun pertama dapat terus berlanjut meski gizi yang diperolehnya sudah membaik. Nah, kondisi penurunan kecerdasan pada anak ini berbeda-beda, tergantung pada usia berapa ia mulai mengalami stunting. Selain itu juga dipengaruhi seberapa lama ia mengalami malnutrisi. Mengapa pada usia dua tahun pertama kondisi stunting sangat berpengaruh pada kecerdasan anak?
Hal ini disebabkan lantaran pada usia dua tahun pertama anak sedang mengalami pertumbuhan otak yang sangat pesat. Jika kandungan gizi yang masuk dalam tubuh kurang, otak anak akan sulit berkembang. Akibatnya, kemampuan belajar dan kondisi mental anak akan menurun. Lebih parahnya lagi prestasi sekolah pun akan menjadi buruk. Jika hal ini terus berlanjut, dampak stunting akan berpengaruh pada produktivitas negara dan daya saing menjadi rendah. Kerugian ekonomi akibat stunting juga akan sangat besar.
Padahal, beberapa tahun yang akan datang, Indonesia akan mengalami bonus demografi di mana kondisi generasi muda memiliki jumlah yang tinggi. Jika kondisi anak muda Indonesia banyak yang mengalami stunting, dikhawatirkan nantinya bonus demografi justru akan menjadi beban negara. Secara lebih ringkas, dampak dari stunting dapat dibedakan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
1. Dampak jangka pendek
Dampak jangka pendek dari stunting, yaitu:
- Biaya kesehatan akan semakin meningkat
- Jumlah kesakitan pada anak dan juga kematian akan meningkat
- Perkembangan motorik, kognitif, dan kemampuan verbal anak tidak dapat tumbuh dengan optimal
2. Dampak jangka panjang
Sementara itu, dampak stunting bagi remaja atau dampak untuk jangka panjangnya yaitu:
- Kesehatan reproduksi akan menurun
- Kapasitas dan produktivitas kerja menjadi kurang optimal
- Saat dewasa, postur tubuh menjadi lebih pendek dibanding rekan seumurannya
- Resiko obesitas dan berbagai penyakit lain akan meningkat
- Performa dan kapasitas belajar saat di sekolah menjadi kurang optimalMengingat dampak yang ditimbulkan stunting sangatlah besar, maka diperlukan adanya upaya pencegahan agar stunting di Indonesia tidak semakin banyak. Kira-kira, bagaimana cara mencegah stunting? Simak informasi berikut!
Upaya Pencegahan Stunting
Berbicara mengenai pencegahan stunting berarti bukan hanya membicarakan upaya pencegahan pada masa sekarang, melainkan juga upaya pencegahan pada masa yang akan datang. Hal ini didasarkan pada dampak stunting yang tergolong dalam jangka panjang. Stunting dapat dicegah dengan memberikan nutrisi yang cukup pada anak pada masa dalam kandungan atau 1000 HPK. Sebisa mungkin berikan makanan yang memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan juga vitamin dalam jumlah cukup. Bahkan jika memungkinkan berikan susu sebagai pelengkap nutrisi.
Anda juga dapat memberikan imunisasi teratur sebagai upaya pencegahan. Dengan melakukan imunisasi teratur, anak akan lebih kebal. Berbagai penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada tumbuh kembang anak juga dapat diminimalisir. Selain itu, pantau terus perkembangan dan pertumbuhan tinggi badan serta berat badan secara rutin. Dalam melakukan pencegahan stunting, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, seperti program Indonesia sehat, pemberian makan tambahan. PIS-PK, dan juga 1000 HPK. Pada program PIS-PK pemerintah melalui petugas puskesmas akan memantau secara langsung kondisi kesehatan dan asupan gizi masyarakat.
Stunting juga menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan dan juga target SDGs (Sustainable Development Goals). Tujuannya yaitu untuk menghilangkan segala bentuk malnutrisi, mencapai ketahanan pangan, dan menurunkan angka prevalensi stunting. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan di antaranya yaitu:
1. Untuk ibu hamil
Untuk ibu hamil, beberapa langkah yang dapat dilakukan di antaranya yaitu:
- Mengupayakan jaminan mutu ANC secara terpadu
- Mengintervensi 1000 HPK
- Memberantas kecacingan
- Mendeteksi dini penyakit menular maupun tidak menular
- Meningkatkan transformasi KMS ke dalam buku KIA
- Melakukan penyuluhan dan pelayanan KB
- Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi protein, kalori, dan mikronutrien
- Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
- Menyelenggarakan layanan konseling ASI eksklusif dan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
2. Untuk dewasa muda
Meski belum menikah, Anda dapat ikut serta dalam menurunkan angka prevalensi stunting dengan cara:
- Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular
- Meningkatkan penyuluhan untuk pola gizi seimbang, PHBS, serta bahaya merokok dan mengonsumsi narkoba
- Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
3. Untuk remaja
Sementara itu, langkah-langkah yang dapat digunakan menurunkan prevalensi stunting untuk remaja, yaitu:
- Mengupayakan pendidikan kesehatan reproduksi
- Meningkatkan penyuluhan untuk pola gizi seimbang, PHBS, serta bahaya merokok dan mengonsumsi narkoba
4. Untuk anak usia sekolah
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting pada anak sekolah yaitu:
- Menjadikan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
- Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
- Melakukan revitalisasi UKS
- Menyelenggarakan ProGAS (Program Gizi Anak Sekolah)
5. Untuk balita
Pada balita, angka prevalensi stunting dapat diturunkan dengan langkah-langkah berikut:
- Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
- Memantau pertumbuhan balita
- Melakukan pelayanan kesehatan yang optimal
- Memantau pertumbuhan balita
Penutup
Jadi, stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak-anak akibat kurangnya kadar gizi yang masuk dalam tubuh. Dampak stunting tak hanya berakibat pada pertumbuhan anak saja, tetapi juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak. Mengingat dampak stunting yang cukup serius, tentu perlu adanya upaya pencegahan agar angka stunting tidak semakin tinggi. Di Prestasi Global, kami selalu mengupayakan beberapa hal untuk turut serta dalam upaya penurunan angka prevalensi stunting. Jangan lupa untuk membagikan tulisan ini di medsos Anda! Agar, kita dapat sama-sama berjuang untuk perkembangan anak yang lebih baik di masa depan dan turut serta mengurangi angka prevalensi stunting.
Baca juga: Penanaman Pendidikan Moral Terhadap Anak Usia Remaja
Berdasarkan publikasi dari WHO, pada tahun 2017 ada sebanyak 22,2% penderita stunting di dunia yang berarti ada sekitar 150,8 juta anak yang menderita stunting.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak-anak akibat adanya masalah kekurangan gizi. Akibatnya, anak yang mengalami stunting akan memiliki tinggi badan lebih pendek daripada tinggi badan standar anak seusianya. Di indonesia, stunting biasa disebut dengan kerdil.
Tak hanya asupan si kecil saja yang perlu perhatian, kandungan nutrisi yang masuk dalam tubuh si ibu juga harus menjadi perhatian. Ibu yang mengalami kekurangan nutrisi selama mengandung dan/atau menyusui juga dapat menyebabkan anak stunting.Stunting juga bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit kronik, seperti infeksi TBC, diare akut berulang, atau diare kronik. Postur tubuh ibu yang pendek, usia ibu yang masih remaja saat mengandung, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat juga dapat menyebabkan terjadinya stunting. Berapakah presentase penderita Stunting pada tahun 2017?
Apa yang dimaksud dengan Stunting?
Jelaskan penyebab Stunting pada anak!