Pernahkah Anda merasa kesulitan dalam menghadapi anak yang sudah beranjak remaja? Emosi anak remaja yang tidak stabil kerap kali membuat Anda sebagai orang tua kesulitan memahaminya. Lalu bagaimana caranya supaya Anda bisa lebih memahami emosi anak?
Yuk, baca artikel ini dan temukan jawabannya di sini! Kami akan membantu Anda dalam menemukan cara yang tepat, supaya dapat memahami emosi anak remaja Anda.
Cara Memahami Emosi Anak Remaja yang Tidak Stabil
Photo by Jeswin Thomas on Unsplash
Berkembangnya ilmu parenting mendorong Anda untuk lebih bijak dalam menyikapi segala masalah yang berhubungan dengan anak, terutama perihal emosi. Anda sebagai orang tua harus mengetahui cara yang tepat untuk memahami emosi anak. Berikut cara yang dapat Anda lakukan:
1. Melatih Kepekaan Diri
Memahami perasaan seorang anak remaja tidaklah semudah kelihatannya. Anda membutuhkan tingkat kepekaan yang cukup tinggi supaya dapat memahami emosi anak usia remaja. Semakin peka diri Anda terhadap dunia anak, semakin tinggi pula tingkat keberhasilan Anda dalam memahami anak.
Anda bisa melatih kepekaan tersebut dengan memperhatikan pola perilaku anak dalam kesehariannya. Jika telah mengetahui pola perilakunya, Anda akan lebih mudah menyadari ketika ada sesuatu yang berbeda dari diri anak.
2. Mengajak Anak Komunikasi Dua Arah
Anda mungkin pernah melihat anak meluapkan emosinya dengan menggebu-gebu dan melakukan hal-hal yang membahayakan. Ketika emosi, anak remaja yang pola pikirnya belum matang tersebut cenderung bertindak impulsif. Mereka akan meluapkan semuanya tanpa berpikir lebih jauh.
Oleh karena itu, Anda sebagai orang tua harus mampu mengajak anak berkomunikasi sebelum emosinya meledak. Coba tanyakan pada anak Anda, apa yang menyebabkan mereka marah dan seberat apa masalah yang mereka hadapi. Anda dapat menanyakannya ketika melihat perubahan tak biasa pada diri anak.
Cara ini berkaitan erat dengan tingkat kepekaan diri Anda. Semakin cepat Anda menyadari perubahan yang terjadi pada diri anak, maka Anda bisa segera mengajaknya berkomunikasi. Lakukan komunikasi ini sebelum emosi anak semakin meledak dan tidak terkendali.
3. Mencoba Mengerti Perasaan Anak
Perasaan marah atau kecewa sangat wajar dirasakan oleh anak Anda. Sebagai orang tua, Anda tidak boleh invalidasi perasaan tersebut. Kata-kata seperti “Itu bukanlah masalah besar” atau “Kenapa marah hanya karena itu” sebaiknya Anda hindari.
Alangkah lebih baik jika Anda memvalidasi perasaan anak tersebut. Posisikan diri Anda sebagai anak supaya bisa mengerti apa yang ia rasakan. Dengan demikian, Anda akan lebih dapat memahami kenapa anak merasa marah atau kecewa.
4. Membantu Anak Mengenali dan Mengendalikan Emosi
Anda mungkin pernah menemukan anak remaja yang bersikap seenaknya ketika marah. Melontarkan kata-kata kasar, melempar barang ke sembarang arah, dan merusak barang adalah beberapa hal yang terkadang dilakukannya ketika marah. Semua perilaku destruktif tersebut merupakan bentuk luapan emosinya.
Sayangnya, tidak semua orang tua mampu memahami kenapa anak berperilaku seperti itu. Melansir dari klikdokter, otak anak remaja belum sepenuhnya “matang” seperti orang dewasa. Otaknya masih dalam proses perkembangan sehingga apa yang anak ucapkan dan lakukan sering terjadi secara spontan.
Tugas Anda sebagai orang tua adalah membantu anak untuk lebih mengenali emosinya. Beritahu kepada anak bahwa merasakan perasaan marah atau kecewa adalah hal yang wajar, tetapi ia harus dapat mengendalikannya. Katakan kepada anak bahwa ia harus mampu mengendalikan emosinya, bukan sebaliknya.
5. Usahakan Tetap Berada di Dekat Anak
Jangan pernah sekalipun menjauh dari anak Anda ketika emosinya sedang tidak stabil. Pada situasi seperti ini, anak sangat membutuhkan dukungan dan perhatian dari orang tuanya. Mereka ingin dimengerti, bukan justru dijauhkan dan dikucilkan oleh orang lain.
Dengan berada di dekatnya, Anda juga bisa menenangkan anak supaya tidak semakin meluapkan emosinya dengan tidak terkendali. Tunjukan rasa sayang Anda dengan memberinya pelukan dan kecupan ringan di keningnya. Kasih sayang yang Anda berikan dapat menurunkan emosinya yang sempat naik.
6. Tidak Diambil Hati
Apabila anak mengeluarkan kata-kata yang kasar ketika sedang emosi, jangan terlalu diambil hati. Anak yang bersikap demikian biasanya tidak berada dalam kondisi yang benar-benar sadar dan berpikiran jernih. Sering kali anak bersikap seperti itu karena terbawa emosi yang tidak bisa ia kendalikan.
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan otak anak remaja yang masih belum “matang” seperti orang dewasa. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang anak lakukan ketika emosi cenderung impulsif. Sebagai pihak yang sudah dewasa, Anda harus lebih bijak dalam menghadapi anak Anda.
7. Jangan Mengajak Anak Diskusi ketika Sedang Emosi
Cukup berikan kasih sayang kepada anak, tidak perlu langsung mengajaknya berdiskusi terkait emosinya. Anak yang masih meluapkan emosi cenderung tidak mendengarkan apa yang Anda katakan. Alih-alih mendengarkan, anak justru berpotensi membantah perkataan Anda ketika diskusi.
Anda dapat mengajak anak berdiskusi ketika situasinya sudah lebih kondusif. Ajaklah anak membicarakan terkait emosi yang ia rasakan, lalu ungkapkanlah pandangan positif dari Anda. Berikan nasihat terkait pengendalian emosi yang baik supaya ke depannya, anak dapat lebih mengendalikan emosinya.
8. Tidak Menghakimi Anak
Apabila selama ini, Anda cenderung memberi penghakiman pada anak, sebaiknya kurangilah sikap tersebut. Sikap menghakimi anak justru akan membuatnya merasa tidak diperhatikan dan disayang sehingga emosinya lebih berpotensi untuk “meledak”.
Alih-alih menghakimi anak, berikanlah nasihat yang baik untuknya setelah emosinya turun. Anda bisa mengajaknya berdiskusi mengenai masalahnya, cara mengendalikan emosi, dan hal positif lainnya.
9. Bersikap Tenang
Emosi naik turun merupakan hal yang kerap kali dirasakan oleh anak remaja. Maka dari itu, Anda harus menyikapinya dengan tenang. Jangan terbawa suasana yang “panas” karena itu akan membuat Anda turut meluapkan emosi.
Dengan bersikap tenang, Anda dapat lebih memahami perasaannya dan memberikannya dukungan serta perhatian yang anak butuhkan. Anda juga bisa berpikir jernih dalam mencari solusi yang tepat untuk anak.
10. Memperbaiki Situasi Bersama
Ketika anak sudah lebih tenang, Anda dapat memintanya untuk lebih terbuka dan menceritakan masalahnya. Beritahu anak Anda bahwa semua masalah dapat teratasi, terutama jika menghadapinya bersama. Dengan memperbaiki situasi bersama, anak akan lebih merasa diperhatikan dan disayang oleh Anda.
Prestasi Global menerapkan cara-cara ini dalam menghadapi murid kami yang masih remaja dan memiliki emosi labil. Dengan begitu, hubungan emosional antara pihak sekolah dan murid Prestasi Global pun dapat terjalin dengan baik.
Tips Supaya Emosi Anak Remaja Tetap Stabil
Photo by Keren Fedida on Unsplash
Kecenderungan anak untuk meluapkan emosinya biasanya terjadi ketika ia tidak dapat menemukan solusi atas masalahnya. Akibatnya, anak akan melampiaskan emosi tersebut supaya perasaannya lebih lega. Meski terlihat sulit, Anda dapat membantu anak untuk mengontrol emosinya supaya tetap stabil.
Berikut tips yang dapat Anda lakukan dalam membantu anak mengendalikan emosinya:
1. Pemahaman Ilmu Agama yang Cukup
Mengutip dari laman merdeka.com, agama menjadi suatu pedoman yang memuat norma-norma tertentu. Norma-norma tersebut menjadi acuan manusia dalam berperilaku supaya sejalan dengan keyakinan agamanya.
Dalam hal ini, agama berisi nilai-nilai yang baik bagi penganutnya sehingga relevan untuk diterapkan dalam kehidupan. Dengan berpedoman pada agama, anak remaja tidak akan melangkah ke jalan yang salah dalam hidupnya. Oleh sebab itu, pemahaman ilmu agama yang cukup sangat penting bagi anak.
2. Ingatkan Anak Supaya Bergaul dengan Orang Baik
Tidak bermaksud membeda-bedakan orang lain, tetapi anak harus bisa memilih dengan siapa mereka bergaul.
Jika anak bergaul dengan orang yang mudah meluapkan emosi, berkata dan berperilaku kasar, bukan tidak mungkin ia akan menirunya. Oleh karena itu, ingatkan anak untuk bergaul dengan orang baik.
Biasanya, orang baik akan lebih menjaga perilakunya sekalipun merasa marah. Kesadaran untuk berperilaku baik membuat orang tersebut mampu bersikap sabar ketika sedang marah. Anak remaja dengan emosi tidak stabil berpeluang lebih mampu mengontrol emosinya apabila terbiasa bergaul dengan orang baik.
3. Ajak Anak untuk Melihat dari Sudut Pandang Berbeda
Apabila hanya melihat dari satu sudut pandang saja, akan sulit untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Sulitnya menemukan solusi ketika ada masalah berkemungkinan memicu emosi anak remaja meluap-luap. Hal ini dikarenakan anak merasa stuck saat mencoba mengatasi masalahnya.
Oleh sebab itu, Anda dapat mengajak anak untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang yang berbeda. Cara ini akan membuat anak berpikiran lebih terbuka, sehingga pada akhirnya anak akan menemukan solusi atas masalahnya.
4. Beritahu Anak untuk Berpikir Sebelum Bertindak
Otak anak remaja belum “matang” seperti orang dewasa sehingga kemampuan untuk berpikir sebelum bertindak terkadang tidak dilakukan. Akibatnya, anak akan cenderung melakukan hal yang impulsif ketika emosinya naik. Bahkan, beberapa anak akan berperilaku destruktif untuk meluapkan emosinya.
Perilaku destruktif yang dilakukan oleh anak dapat menimbulkan dampak negatif terhadap dirinya sendiri atau bahkan orang lain. Sayangnya, anak remaja biasanya tidak menyadari dampak dari perbuatannya ini.
Di sinilah peran Anda sebagai orang tua diperlukan untuk memberitahu anak. Katakan kepada anak untuk berpikir jernih sebelum mengambil tindakan agar tidak menyesal di kemudian hari. Ingatkan juga bahwa emosi yang tidak stabil berpotensi merugikan diri anak dan orang lain.
5. Konsultasi ke Psikolog dan Bimbingan Konseling
Apabila empat tips sebelumnya tidak berhasil Anda terapkan kepada anak, maka cara ini bisa dicoba. Apabila masalah yang terjadi menyangkut urusan sekolah, anak dapat menceritakannya kepada guru Bimbingan Konseling.
Dengan bimbingan konseling, guru akan menggunakan beberapa pendekatan supaya anak lebih terbuka terhadap masalah dan perasaannya sendiri. Setelah mendapat bimbingan konseling, anak remaja biasanya akan lebih mudah menemukan solusi dari masalahnya.
Sementara itu, apabila masalah anak tidak berkaitan dengan urusan sekolah, Anda bisa mengajaknya konsultasi ke psikolog. Pendekatan psikologis yang biasanya dilakukan oleh psikolog akan membuat anak Anda merasa nyaman menceritakan masalah dan keluh kesahnya.
Dengan demikian, psikolog dapat menemukan solusi yang tepat supaya anak dapat mengatasi masalahnya. Selain itu, psikolog juga dapat memberitahu treatment sebaiknya Anda lakukan terhadap anak.
Kesimpulan
Perkembangan otak pada anak remaja yang belum “matang” sepenuhnya membuatnya menjadi lebih impulsif dan emosinya tidak stabil. Dalam menghadapi anak remaja yang kerap meluapkan emosinya tersebut dibutuhkan kesabaran dan kebijaksanaan dari Anda sebagai orang tua.
Anda harus mampu mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi emosi anak remaja. Selain menerapkan cara untuk memahami emosi anak, terapkan juga tips supaya emosi anak Anda menjadi lebih stabil dan terkendali.
Baca juga : Anak Berkata Kasar? Ini Dia 7 Cara Mengatasi Anak yang Suka Berkata Kasar
Apa yang harus orang tua lakukan ketika emosi anak remaja sedang tidak stabil?
Ketika emosi anak remaja sedang tidak stabil, orang tua bisa mengusahakan selalu berada di dekat anak. Dengan berada di dekatnya, Anda juga bisa menenangkan anak supaya tidak semakin meluapkan emosinya dengan tidak terkendali. Tunjukan rasa sayang Anda dengan memberinya pelukan dan kecupan ringan di keningnya. Kasih sayang yang Anda berikan dapat menurunkan emosinya yang sempat naik.
Apa yang harus dilakukan orang tua untuk membantu anak mengenali dan mengendalikan emosinya?
Tugas kita sebagai orang tua untuk membantu anak mengenali dan mengendalikan emosinya adalah dengan memberitahu kepada anak bahwa merasakan perasaan marah atau kecewa adalah hal yang wajar, tetapi ia harus dapat mengendalikannya. Katakan kepada anak bahwa ia harus mampu mengendalikan emosinya, bukan sebaliknya.
Bagaimana tips supaya emosi anak remaja tetap stabil?
Tips supaya emosi anak remaja tetap stabil yaitu, pemahaman ilmu agama yang cukup, ingatkan anak supaya bergaul dengan orang baik, ajak anak untuk melihat dari sudut pandang berbeda, beritahu anak untuk berpikir sebelum bertindak, konsultasi ke psikolog dan bimbingan konseling.