Simfoni PPA melaporkan statistik yang mengkhawatirkan, di mana lebih dari 700 anak pernah mengalami kekerasan di sekolah pada 2021. Data mengejutkan ini menekankan perlunya sekolah ramah anak (SRA) yang memprioritaskan terciptanya lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan tumbuh.

Menurut situs web Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), SRA merupakan pendekatan dasar terhadap pendidikan yang memprioritaskan hak-hak anak sekaligus menyediakan lingkungan belajar yang mendukung.

Sekolah-sekolah ini mencakup lingkungan pendidikan formal dan informal yang melindungi anak-anak dari kekerasan dan pelecehan, serta memungkinkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Dalam ulasan ini, Anda dapat mempelajari lebih jauh tentang SRA, mulai dari tujuan hingga kriterianya. Berikut penjelasan selengkapnya.

Tujuan Sekolah Ramah Anak

Unsplash

Pada dasarnya, program sekolah ramah anak (SRA) didasarkan pada Konvensi PBB untuk Hak Anak (KHA). KHA menetapkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan di lingkungan yang aman, inklusif, dan penuh kasih sayang.

Lebih lanjut lagi, KHA menguraikan serangkaian tujuan dari SRA yang mengutamakan hak-hak dan kesejahteraan anak. Adapun tujuan utama SRA menurut KHA antara lain:

1. Lindungi Anak dari Kekerasan, Pelecehan, dan Eksploitasi

KHA mengakui hak setiap anak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi. Ini termasuk pelecehan fisik, emosional, dan seksual.

Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, SRA senantiasa memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak. Oleh karena itu, SRA menyediakan lingkungan yang mengayomi untuk melindungi anak-anak dari bahaya, yang kemudian memungkinkan mereka untuk belajar dan tumbuh.

2. Pendidikan yang Inklusif dan Adil

Kemudian, SRA juga bertujuan untuk menyediakan pendidikan yang inklusif dan adil. Ini berarti SRA berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan semua peserta didik, tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau identitas mereka.

Termasuk di dalamnya adalah mendukung peserta didik penyandang disabilitas, mendorong kesetaraan gender, dan mengakui serta menghargai keragaman peserta didik.

3. Tingkatkan Partisipasi dan Pemberdayaan

Di samping itu, SRA mendorong anak-anak supaya menjadi agen aktif dalam pembelajaran mereka sendiri guna mendorong perkembangan sosial, emosional, dan kognitif.

Sekolah-sekolah ini turut memberdayakan anak-anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.

Hal ini meliputi mengedepankan suara dan partisipasi siswa dalam tata kelola sekolah, menumbuhkan rasa tanggung jawab atas pembelajaran mereka, dan memberikan mereka kesempatan dalam setting kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

4. Sediakan Pendidikan Berkualitas

Selain itu, SRA ikut berkontribusi dalam menyelenggarakan pendidikan berkualitas yang memenuhi standar keunggulan tertinggi.

Upaya ini termasuk menghadirkan lingkungan belajar yang memacu dan merangsang, mendorong kemampuan critical thinking dan problem solving, serta mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi tantangan di abad ke-21.

5. Memupuk Kemitraan dan Kolaborasi

Terakhir dan yang tidak kalah penting SRA membina partnership dan kolaborasi yang kuat antara orang tua, masyarakat, guru, dan stakeholder lain.

Di dalamnya termasuk melibatkan orang tua dan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan dan mendorong komunikasi terbuka antara semua stakeholder. Alhasil, rasa tanggung jawab dan kepemilikan bersama terhadap pendidikan dan kesejahteraan anak pun akan tercipta.

Singkatnya, SRA bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif yang mendorong perkembangan setiap anak.

Dengan mengutamakan perlindungan anak, menyediakan pendidikan yang adil dan berkualitas untuk semua, mendorong partisipasi dan pemberdayaan, serta membina kemitraan dan kolaborasi, sekolah-sekolah ini dapat membantu mempersiapkan anak-anak untuk menyongsong masa depan yang cerah.

5 Kriteria Sekolah Ramah Anak

Kriteria atau indikator sekolah ramah anak (SRA) didasarkan pada KHA dan bertujuan untuk memberikan kerangka kerja bagi sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang memberdayakan anak-anak. Berikut ini adalah beberapa kriteria utama SRA:

1. Aktif Menjangkau Anak

Kriteria pertama dari SRA adalah memiliki lingkungan pendidikan yang secara aktif menjangkau anak-anak yang tersisihkan dari pendidikan yang layak. SRA beroperasi dengan keyakinan dasar bahwasanya setiap anak berhak atas pendidikan, dan negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak ini.

Institusi-institusi ramah anak memperlakukan anak-anak sebagai subjek yang memiliki hak, sehingga sekolah-sekolah ini mengakui kebutuhan dan aspirasi mereka yang unik, dan mempromosikan kesejahteraan dan perkembangan mereka melalui pendidikan yang berkualitas.

Sementara itu, inti dari SRA adalah konsep inklusi, yang mengakui keragaman peserta didik dan bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang ramah dan akomodatif untuk semua.

Dalam praktiknya, hal ini berarti secara aktif mengidentifikasi anak-anak yang dikecualikan dari pendidikan karena faktor-faktor seperti:

  • Kemiskinan
  • Jenis kelamin
  • Penyakit

Selanjutnya, SRA membekali anak-anak ini dengan dukungan dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk berhasil. Hal ini termasuk menyediakan akses ke pendidikan, mengatasi hambatan-hambatan dalam pembelajaran, dan menggalakkan kesetaraan gender sekaligus inklusi sosial.

2. Berpusat pada Anak

SRA adalah lembaga pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat dari pendekatan pendidikannya. Pendekatan ini dipandu oleh prinsip bahwa pendidikan seyogianya dirancang dan dilaksanakan demi kepentingan terbaik bagi anak. Fokus utamanya yaitu untuk mengembangkan potensi penuh mereka.

Di samping itu, pendekatan ini memahami bahwa anak-anak ialah individu yang unik dengan aspirasi dan kesulitan mereka masing-masing. Oleh karena itu, pendidikan semestinya dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Tidak berhenti sampai di situ, SRA juga berfokus pada anak secara keseluruhan di samping pada pembelajaran secara akademis. Dengan kata lain, SRA mempertimbangkan kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan anak seutuhnya.

Institusi-institusi ini menyadari bahwa kesehatan fisik dan mental anak berperan penting dalam proses belajar. Alhasil, dengan menyediakan akses ke layanan kesehatan, makanan bergizi, serta lingkungan yang bersih dan aman dapat meningkatkan kesehatan sekaligus kesejahteraan anak.

3. Inklusif

Kriteria berikutnya dari SRA adalah bahwa ia menghadirkan lingkungan belajar yang inklusif dan ramah terhadap semua anak. Ini berarti SRA merangkul anak-anak tanpa pandang bulu.

SRA memahami pentingnya pendidikan sebagai hak fundamental. Maka, sudah sepatutnya sekolah-sekolah ini memastikan bahwa semua keluarga-terutama yang berisiko menghadapi diskriminasi-dapat mengakses pendidikan wajib yang terjangkau.

Lebih dari itu, SRA mengedepankan keragaman. Tidak mengherankan jika lembaga-lembaga pendidikan ini berkomitmen untuk menegakkan kesetaraan pembelajaran bagi semua anak. Termasuk di antaranya adalah mereka yang kurang beruntung lantaran faktor-faktor seperti jenis kelamin, kelas sosial, dan etnis.

Cara SRA menanggapi keragaman berbeda dari sekolah-sekolah tradisional, di mana sekolah ini memberikan dukungan dan sumber daya yang disesuaikan untuk menjamin supaya setiap anak sama-sama berkesempatan untuk sukses.

4. Berfokus pada Kesehatan Anak

Sekolah ramah anak pada masa pandemi, khususnya, sangat menekankan pada kesehatan anak-anak. SRA menyadari jika kesehatan fisik dan mental merupakan hal yang mendasar bagi pembelajaran. Maka, SRA pun berupaya untuk memastikan lingkungan belajarnya tidak hanya sehat tetapi juga higienis dan aman.

Hal ini dapat dilihat dari penyediaan fasilitas air dan sanitasi yang memadai, kebijakan dan praktik yang sehat, serta pengadaan layanan kesehatan seperti vaksinasi, suplementasi nutrisi, dan konseling.

Orang tua juga akan mendapati bahwa sekolah-sekolah ini menyelenggarakan pendidikan kesehatan berbasis keterampilan hidup dan menggalakkan kesehatan fisik dan psikososial-emosional seluruh anggota sekolah, baik itu siswa maupun guru.

Hal yang tidak kalah menakjubkan adalah bahwa SRA bertekad untuk melindungi anak-anak dari pelecehan dan kekerasan. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya lingkungan yang aman di mana anak-anak dapat belajar tanpa rasa takut. Alhasil, anak-anak pun dapat merasakan pengalaman positif selama belajar.

Lebih jauh lagi, kepercayaan dan harga diri mereka akan tumbuh, tidak terkecuali ketangguhan dan keterampilan mereka dalam menghadapi masalah.

5. Mengedepankan Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender juga menjadi perhatian dari SRA. Itulah mengapa sekolah-sekolah ini berkomitmen untuk memberantas stereotip gender, terutama kendala-kendala bagi anak perempuan dalam mengenyam pendidikan yang layak.

Di mata SRA, anak perempuan berhak atas akses ke fasilitas, kurikulum, buku pelajaran, dan proses belajar-mengajar yang ramah anak perempuan. Alhasil, institusi-institusi ini bekerja keras untuk membangun lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berprestasi sebagaimana anak laki-laki.

Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan dapat mengedepankan sosialisasi tanpa kekerasan bagi anak perempuan dan laki-laki, sehingga mendorong rasa hormat terhadap hak, martabat, dan kesetaraan satu sama lain.

Pada dasarnya, SRA yang gender-sensitive memandang kesetaraan gender lebih dari sekadar masalah keadilan. Bagi SRA, isu ini juga berarti pentingnya untuk mengembangkan individu dan masyarakat yang sama-sama melek terhadap gender equality.

Ini dimaksudkan untuk mengeliminasi stigma yang merugikan sekaligus menciptakan peluang bagi semua anak untuk berhasil, terlepas dari jenis kelamin mereka. Pada akhirnya, SRA dapat membantu menjunjung tinggi kesetaraan gender dan mewujudkan masa depan yang lebih cerah bagi semua anak.

Contoh Praktik Pembelajaran Ramah Anak

Praktik pembelajaran yang ramah dan berpusat pada anak umumnya didesain untuk menciptakan lingkungan belajar yang memberdayakan dan mendukung potensi penuh anak-anak. Berikut beberapa contoh dari praktik-praktik ini:

  • Pembelajaran aktif: Guru mendorong siswa menjadi peserta aktif dalam pembelajaran melalui kerja kelompok dan kegiatan langsung.
  • Instruksi yang terdiferensiasi: Guru mengenali dan menanggapi kebutuhan siswa yang berbeda-beda berdasarkan kelebihan, tantangan, dan gaya belajar masing-masing.
  • Penguatan positif: Guru memuji siswa atas pencapaian dan usaha mereka. Hal ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri siswa.
  • Pembelajaran kooperatif: Guru menumbuhkan kerja sama dan kolaborasi di antara siswa. Selain itu, guru juga memotivasi mereka untuk bekerja sama demi mencapai tujuan kelompok.
  • Pengajaran yang responsif terhadap budaya: Guru menghormati latar belakang budaya dan identitas siswa serta menambahkannya ke dalam proses pembelajaran.
  • Lingkungan yang aman dan inklusif: Seluruh pihak sekolah bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif. Alhasil, siswa merasa dihargai dan dihormati, bebas dari diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan.

Kesimpulannya, sekolah yang mengutamakan kebutuhan anak sangat penting ada di masyarakat. Sekolah-sekolah ini merupakan tempat di mana anak-anak dapat belajar dan tumbuh tanpa bayang-bayang kekerasan, pelecehan, atau diskriminasi.

Di Indonesia, dengan kasus kekerasan pada anak di lingkungan sekolah yang relatif mengkhawatirkan, kehadiran sekolah ini menjadi krusial.

Oleh karena itu, orang tua, masyarakat, dan stakeholder sepatutnya saling bergandengan tangan untuk membangun sekolah-sekolah yang sepenuhnya berfokus pada keamanan dan keselamatan anak.

Akhir kata, sekolah ramah anak tidak hanya melindungi anak-anak dari pelecehan dan bahaya. Namun, institusi-institusi ini juga menyediakan lingkungan belajar yang mengayomi dan mendorong keberhasilan akademis serta tumbuh-kembang anak-anak.