Dibalik segudang manfaat sosial media ternyata dampak negatifnya juga tidak kalah banyak. Kecanduan mengikuti tren di sosial media hingga menimbulkan rasa cemas dan khawatir berlebihan jika ketinggalan informasi merupakan gangguan psikologis yang dikenal sebagai FOMO (Fear of Missing Out).
Menurut beberapa studi kondisi ini rentan terjadi pada anak muda yang sejatinya adalah pengikut setia informasi yang ada di sosial media. Ketahui gejala, bahayanya bagi kesehatan, serta cara pencegahan kondisi FOMO hanya di halaman ini. Berikut info detailnya.
Kenali Gangguan Kesehatan Mental FOMO
FOMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out. Dalam kamus Oxford English Dictionary artinya “Takut ketinggalan”. Jika didefinisikan FOMO adalah gangguan kecemasan dan membangun persepsi dalam diri sendiri bahwa orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya.
Bahayanya FOMO untuk kesehatan mental berujung pada perasaan iri yang mendalam. Terlebih lagi akan semakin parah dengan kehadiran berbagai platform media sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Instagram.
Platform media sosial tersebut memudahkan seseorang untuk selalu memantau kehidupan orang lain.
Seseorang dengan kondisi FOMO akan semakin parah ketika selalu melihat media sosial. Mereka akan menyibukkan diri dengan prasangka bahwa seseorang diluar sana memiliki pekerjaan yang lebih baik, memiliki uang lebih banyak, atau menjalani kehidupan yang serba menyenangkan.
Pemicu Kondisi FOMO di Kalangan Remaja
Ada beberapa pemicu atau penyebab mengapa terganggunya psikologis seperti kondisi FOMO bisa terjadi di kalangan remaja, diantaranya:
1. Terlalu Banyak Meluangkan Waktu di Media Sosial
Bagi kebanyakan orang menganggap media sosial punya banyak manfaat terlebih jika Anda menjalankan suatu bisnis online.
Tapi siapa sangka kalau terlalu banyak meluangkan waktu di media sosial hanya untuk melihat bagaimana orang di luar sana menjalani kehidupannya bisa jadi pemicu gangguan kesehatan mental FOMO.
Saat Anda menemukan kehidupan teman-teman medsos Anda sangat jauh lebih baik dari kehidupan Anda sendiri disinilah akan muncul rasa cemas, khawatir, serta kecewa terhadap kehidupan diri pribadi.
Lambat laun akan muncul pikiran “ingin punya kehidupan seperti mereka”. Jika perasaan demikian selalu terlintas di benak Anda maka akan menjadi pendorong untuk melakukan berbagai cara untuk bisa setara atau melebihi kehidupan teman-teman sosmed Anda.
Seiring berjalannya waktu Anda tanpa sadar akan selalu menjadikan kehidupan orang lain menjadi standar kehidupan yang mesti Anda capai. Jika sudah demikian, Anda bisa jadi telah mengalami kondisi FOMO.
2. Self Esteem Rendah
Kesehatan mental juga bergantung pada Self Esteem (harga diri) seseorang. Self esteem merupakan cara seseorang dalam mencintai dan menghargai diri sendiri. Orang dengan self esteem rendah akan rentan mengalami FOMO. Hal ini karena mereka tidak mampu menerima kondisi diri sendiri serta kurang percaya diri.
Self esteem akan semakin rendah ketika seseorang sangat memperdulikan pendapat orang lain sehingga merasa keberadaannya tidak diterima di lingkungannya. Terlalu menyalahkan diri sendiri dan mendambakan menjadi orang lain akan memicu kondisi FOMO.
3. Tidak Mampu Bersosialisasi di Dunia Nyata
Dunia Maya selalu jadi tempat pelarian bagi remaja yang merasa kurang mampu bersosialisasi dan merasa terasingkan di dunia nyata. Bahkan terdapat beberapa kasus dimana remaja tidak memiliki satupun teman terdekat atau sahabat yang bisa diajak berbagi suka dan duka.
Remaja yang mengalami kondisi demikian sangat rentan mengalami FOMO. Mereka akan cenderung dan merasa lebih nyaman berada dan eksis di dunia maya termasuk menjadi pengikut tren di berbagai media sosial.
4. Tidak Bahagia
Gangguan kesehatan mental FOMO berkaitan erat dengan ketidakbahagiaan. Hal ini bisa terjadi oleh banyak kemungkinan.
Bisa jadi tidak bahagia dengan karir yang dijalani saat ini, tidak bahagia dan harmonis dengan orang-orang terdekat, dan kondisi lainnya. Ketidakbahagiaan di dunia nyata akan memicu seseorang untuk selalu melarikan diri ke media sosial untuk membandingkan atau melihat kehidupan orang lain.
Studi tentang FOMO
Studi atau penelitian terkait FOMO menguak beberapa fakta terkait kondisi FOMO. Dalam jurnal Computers in Human Behaviour, sebuah studi menemukan bahwa tiga perempat dari responden yang dinilai (kebanyakan dari remaja) mengalami FOMO.
Pengukuran kondisi tersebut melalui kuesioner yang berisi sejumlah pernyataan. Seperti “Saya khawatir ketika saya mengetahui teman-teman saya bersenang-senang tanpa saya”, “saya merasa cemas ketika saya tidak tahu apa yang dilakukan oleh teman-teman saya”, dan pernyataan senada lainnya.
Responden diminta menilai diri pribadi dan memilih pernyataan yang paling sesuai dengan hidup mereka. Skala penilaian yang digunakan mulai dari 1 (sama sekali tidak benar untuk saya) hingga 5 (sangat benar untuk saya).
Responden yang mendapat perolehan skor tinggi kebanyakan tidak merasa puas dengan kehidupan pribadinya. Selain itu, mereka menggunakan media sosial sebelum dan sesudah tidur, saat makan, saat perkuliahan berlangsung, bahkan saat mengemudi.
Penelitian lain terkait dampak negatif media sosial ada dalam Journal of Social and Clinical Psychology. Studi ini mengambil sampel sekelompok mahasiswa yang diinstruksikan untuk mengurangi penggunaan media sosial selama 30 menit per hari.
Hasil yang ditemukan setelah 3 pekan, kelompok seroquel info com media sosial secara terbatas memiliki tingkat depresi dan kesepian yang rendah.
Penelitian menunjukkan bahwa kondisi FOMO dapat berasal dari ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan dengan kehidupan sendiri dan perasaan ini dapat mendorong seseorang ke penggunaan media sosial yang lebih besar.
Cara Mencegah dan Meminimalisir Kondisi FOMO
Terdapat beberapa cara untuk mencegah dan juga meminimalisir saat Anda terindikasi mengalami FOMO.
1. Minimalkan Ketergantungan Terhadap Media Sosial
Dari penjelasan studi mengenai FOMO di atas Anda pasti sudah paham mengenai konsekuensi jika terlalu bergantung pada media sosial. Keterlibatan yang lebih besar dengan media sosial dapat membuat kita merasa lebih buruk tentang diri dan kehidupan pribadi.
Dengan mulai membatasi penggunaan medsos, akan membantu dalam upaya mengurangi perasaan FOMO agar tidak semakin parah.
2. Ubah Fokus Anda
Daripada berfokus pada kekurangan Anda, cobalah perhatikan apa yang Anda miliki. Mulailah untuk tidak mudah terprovokasi dengan foto hal-hal yang tidak Anda miliki.
Anda bisa tetap menampilkan postingan teman akun yang bisa memberi pengaruh positif dan menyembunyikan postingan teman akun yang cenderung terlalu menyombongkan diri atau yang tidak mendukung Anda.
3. Bangun Hubungan Sosial yang Nyata
Daripada menghabiskan waktu untuk terhubung dengan orang-orang di media sosial, sebaiknya Anda memulai untuk mencari teman di dunia nyata.
Buat rencana untuk bertemu dengan seseorang secara langsung, melakukan liburan secara rombongan, atau melakukan kegiatan sosial dengan teman-teman. Ini membantu Anda menghilangkan perasaan kesepian
Jika Anda tidak punya waktu untuk membuat rencana, bahkan pesan langsung di media sosial kepada seorang teman dapat menumbuhkan hubungan yang lebih besar dan lebih intim.
4. Hapus Aplikasi di Smartphone Anda
Cara terbaik untuk meminimalisir kondisi FOMO yaitu dengan menghapus aplikasi yang selalu menyita perhatian Anda setiap harinya di smartphone. Terutama aplikasi media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter.
Pastikan Anda hanya bisa membuka aplikasi media sosial hanya dari komputer atau laptop Anda.
Saat membuka aplikasi media sosial Anda harus paham bahwa apa yang Anda lihat dari kehidupan orang lain di medsos bukanlah cerminan akurat dari kehidupan mereka, bisa jadi hanya rekayasa yang sengaja dibuat agar kehidupan mereka tampak terlihat lebih bahagia.
5. Batasi Pemeriksaan
Saat Anda punya kebiasaan memeriksa isi ponsel setiap beberapa menit, hentikan tindakan tersebut. Belajarlah untuk membatasi diri Anda mengecek isi ponsel.
Mulailah dengan durasi tiap 15 menit sekali baru lakukan pengecekan lagi. Setelah terbiasa lanjutkan menjadi 30 menit sekali lalu 1 jam sekali. Jika terlalu susah buat Anda, gunakan aplikasi khusus yang dapat membatasi secara otomatis untuk mengakses ponsel Anda.
Kurangi rasa penasaran Anda dengan notifikasi yang masuk ke smartphone Anda, kalau perlu matikan notifikasi semua aplikasi yang ada.
Anda tidak perlu tahu informasi yang sebenarnya kurang bermanfaat buat Anda. Hentikan memeriksa berita terbaru, gosip terpanas, undangan tertentu, status terbaru, atau feed terbaru.
6. Belajar Bersyukur
Menanamkan rasa syukur pada diri bisa jadi cara paling efektif untuk menghindari kondisi FOMO. Anda bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang meningkatkan rasa syukur Anda seperti kegiatan pengajian mingguan, mengikuti kegiatan bakti sosial di lingkungan Anda, dan lain sebagainya.
Melakukan hal-hal positif tersebut akan membuat Anda menerima segala apa yang Anda miliki dan tidak membandingkannya dengan orang lain.
Peningkatan suasana hati seperti ini menjadi hal yang Anda butuhkan untuk melepaskan diri dari rasa iri berlebihan, perasaan tertekan maupun cemas berlebihan. Peningkatan rasa kesyukuran akan sangat membantu dalam memperbaiki kesehatan mental dan emosional Anda.
7. Ketahui Goals dan Prioritas Anda
Cobalah untuk mengingat dan menyadarkan diri sendiri bahwa anda semua berada di kondisi, waktu, dan ruang yang berbeda. Memfokuskan diri pada goals atau tujuan dan harapan Anda untuk masa depan akan membantu Anda memilah prioritas Anda.
Ini akan membantu Anda untuk tidak terlalu memaksakan diri. Anda perlu mempertanyakan apakah waktu, uang, dan tenaga yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dan mengikuti kehidupan orang lain akan bermanfaat bagi masa depan Anda? Atau apakah Anda hanya berkomitmen karena Anda memiliki rasa takut kehilangan?
8. Sadari Bahwa Anda Hidup di Saat Ini
Media sosial dapat membuat Anda begitu takut kehilangan postingan atau gambar sehingga Anda benar-benar kehilangan momen kehidupan di saat ini. Belajarlah menyadari bahwa kehidupan di tempat lain tidak sepenting dibanding kehidupan Anda saat ini.
Mensyukuri kehidupan di saat ini dapat membuat hati lebih damai dan terhindar dari pikiran-pikiran negatif. Khawatirkanlah diri Anda sendiri dan berhenti memikirkan dan mengkhawatirkan orang lain.
Fear of Missing Out atau FOMO bisa Anda cegah sejak dini. Jadi, jika Anda merasa diri Anda memiliki ciri-ciri seperti yang telah dibahas di atas, mulailah berusaha untuk meminimalisir agar tidak semakin parah.
Baca Juga: 11 Manfaat Psikologis yang Bisa di Dapatkan Anak dengan Nonton Drama Musikal
Apakah FOMO dapat mengganggu kesehatan psikologis pada anak usia remaja ?
Pada zaman era yang modern ini, FOMO (feat of missing out) sering terjadi pada anak usia remaja, dengan adanya sosial media yang membuat anak usia remaja menjadi kecanduan Mengikuti trend di sosial media hingga menimbulkan rasa cemas dan khawatir yang berlebihan serta dapat menimbulkan persepsi bahwa orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya.
Bagaimana cara mencegah dan meminimalisir kondisi FOMO ?
Anda dapat minimalkan ketergantungan terhadap media sosial yang dimulai dengan membatasi penggunaan medsos, ubah fokus dengan memperhatikan apa yang anda miliki dan tidak berfokus kepada kekurangan anda, membangun hubungan sosial yang nyata dengan kegiatan sosial yang positif, menghapus aplikasi yang selalu menyita perhatian anda setiap harinya bertatap dengan smartphone,melakukan hal-hal positif dan belajar bersyukur dengan segala apa yang anda miliki, ketahui goals dan prioritas anda untuk membantu masa depan anda, sadari bahwa anda hidup disaat ini dengan mensyukuri kehidupan disaat ini dapat membuat hati lebih damai dan terhindar dari pikiran negatif.
Apa yang membuat terganggunya psikologis seperti kondisi FOMO di kalangan remaja ?
Di kalangan remaja saat ini terlalu banyak meluangkan waktunya di media sosial, rendahkan self esteem yang dapat kurangnya percaya diri, tidak mampu bersosialisasi di dunia nyata karna merasa lebih nyaman berada dan eksis di dunia Maya termasuk menjadi pengikut trend di berbagai media sosial, tidak bahagia yang dapat melarikan dirinya ke media sosial untuk membandingkan atau melihat kehidupan orang lain.