Dalam mengawal proses tumbuh kembang anak, penting bagi orang tua untuk memahami teori psikososial. Teori yang digagas sejak lama ini memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak, bahkan hingga Ia dewasa.
Untuk memahami lebih dalam mengenai teori psikososial, Anda bisa membaca ulasan di bawah ini.
Apa Itu Teori Psikososial?
Teori psikososial adalah teori yang dikemukakan oleh Erik Erikson pada tahun 1950. Teori tersebut masih relevan dan kerap menjadi rujukan para ahli hingga saat ini.
Pada dasarnya, teori ini merujuk pada aspek-aspek yang terjadi pada setiap individu sejak lahir hingga dewasa. Tahap psikososial Erikson membagi proses tersebut menjadi 8 tahapan, yang ditandakan dengan munculnya perasaan atau konflik tertentu seiring dengan perkembangan fisik dan mental setiap individu.
8 Tahapan Psikososial Menurut Teori Erikson
Berikut adalah 8 tahapan Psikososial menurut Erikson:
1. Tahap Pertama: Rasa Percaya dan Rasa Tidak Percaya (0 – 18 Bulan)
Pada tahapan ini, anak akan sepenuhnya bergantung pada orang tuanya. Kebutuhan akan kedekatan secara fisik merupakan hal yang umum ditemui dan harus dipenuhi oleh orang tua. Maka dari itu, peran orang tua yang terlibat secara aktif penting dilakukan.
Di tahap ini, orang tua diharapkan menunjukkan kasih sayang dan perhatian secara konsisten. Upaya ini bisa membangun rasa percaya dan aman pada anak.
Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, besar potensi anak tumbuh menjadi pribadi yang pesimis, mudah curiga dan mudah takut.
2. Tahap Kedua: Rasa Mandiri, Rasa Malu dan Rasa Ragu (18 Bulan – 3 Tahun)
Photo by Katherine Chase on Unsplash
Di tahap ini, anak mulai memiliki kontrol atas dirinya sendiri. Maka dari itu, tidak jarang ditemui cerita anak yang mulai berontak dan tantrum di fase ini.
Di periode ini, sangat penting bagi orang tua untuk mulai memperhatikan keinginan sang anak dan membiarkannya mengambil keputusan sambil tetap memberikan batasan sesuai dengan usia dan kemampuannya.
Kurangnya peran orang tua di tahap ini berpotensi menimbulkan sifat pemalu, mudah curiga serta ragu-ragu jika Ia sudah dewasa.
3. Tahap Ketiga: Rasa Memiliki Inisiatif dan Rasa Bersalah (3 – 5 Tahun)
Di fase ini, anak mulai memiliki rasa ingin tahu dan mulai banyak bertanya. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk merespon rasa ingin tahu sang anak dengan cara yang positif.
Selain itu, di tahap ini anak sudah bisa berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Sebagai orang tua, direkomendasikan untuk membiarkan anak mengeksplor dunianya sendiri. Hal ini bisa membantu meningkatkan rasa percaya diri.
4. Tahap Keempat: Ketekunan dan Rasa Rendah Diri (5 – 12 Tahun)
Di periode ini, anak mulai memiliki keinginan untuk mengejar target atau memiliki pencapaian lain. Karena itu pula, di usia ini anak sudah mulai memiliki tokoh panutan dan membanding-bandingkan diri dengan teman di lingkungan sekitarnya.
Untuk mendukung perkembangan psikososial remaja di fase ini, orang tua diharapkan untuk memberi perhatian terhadap kesulitan anak dan terus menuntun anak untuk mengembangkan potensinya.
5. Tahap Kelima: Rasa Bingung atas Peran dan Identitas (12 – 20 Tahun)
Fase ini bisa menjadi fase yang tersulit bagi anak, karena anak mengalami perubahan secara fisik dan mental secara bersamaan. Hal ini bisa menimbulkan rasa bingung pada anak terkait peran, posisi dan identitasnya sendiri.
Di fase ini, anak mulai khawatir terhadap masa depan dan mulai berusaha untuk mengenal diri lebih jauh. Maka dari itu, penting untuk menjaga anak dari berbagai pengaruh atau pengalaman negatif.
Salah satu cara yang bisa Anda lakukan adalah mempererat komunikasi yang positif dan bebas dari paksaan.
6. Tahap Keenam: Keakraban dan Rasa Keterasingan (20 – 30 Tahun)
Photo by Sebastián León Prado on Unsplash
Setiap tahapan dalam teori psikososial memiliki keterkaitan yang erat antara satu sama lain. Di fase ini, anak mulai mengerti identitasnya dan siap membagi hidupnya dengan orang lain.
Apabila anak melalui lima tahap sebelumnya dengan baik, anak akan menjadi pribadi yang yakin akan identitasnya dan memulai hubungan dengan orang lain dengan penuh komitmen dan rasa aman.
7. Tahap Ketujuh: Meneruskan Generasi dan Rasa Stagnan (30 – 60 Tahun)
Tahap middle adulthood ini merupakan tahapan transisi, di mana individu berusaha untuk tetap produktif sambil meneruskan ilmu dan pengalamannya ke generasi selanjutnya.
Di fase ini, seorang individu berpotensi untuk mengalami rasa stagnan dan memiliki hasrat untuk mengatasi perasaan tersebut. Maka dari itu, penting untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar seperti kebutuhan seksual, kesehatan mental dan kebutuhan akan sosialisasi terpenuhi.
Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, besar kemungkinan individu menjadi sosok yang tidak kreatif dan tidak bergairah dalam hidup.
8. Tahap Kedelapan: Rasa Utuh dan Putus Asa (60+ Tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir. Di tahap ini, seorang individu umumnya terombang-ambing dalam perasaan damai dan penyesalan.
Seorang individu yang memiliki identitas yang kuat dan memiliki rasa utuh dan komplit akan mampu menjalankan fase ini tanpa penyesalan. Sebaliknya, individu yang bertumbuh dengan rasa cemas dan depresi memiliki kemungkinan lebih besar dalam menyesali masa lalunya.
Kapan Harus Mengenalkan Konsep Agama dalam Proses Tumbuh Kembang Anak?
Berdasarkan penelitian, agama memiliki peran penting untuk menumbuhkan rasa aman pada diri anak. Tidak hanya itu, aspek agama juga berfungsi sebagai pemandu dalam setiap tahapan psikososial. Maka dari itu, pengenalan terhadap agama hendaknya dilakukan sejak anak berusia dini.
Banyak cara untuk mengenalkan agama pada anak. Yang harus orang tua lakukan adalah mengenalkan agama dengan cara yang positif, tidak menyertakan unsur paksaan serta menyesuaikan dengan usia anak.
Cara untuk Mengembangkan Aspek Psikososial pada Anak
Setelah membaca 8 tahapan psikososial menurut Erikson, terlihat bahwa tindakan yang orang tua lakukan sejak anak berusia dini memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter anak sebagai individu.
Karena itu, perlu upaya aktif dari orang tua untuk memupuk pribadi yang kuat pada anak. Berikut beberapa cara yang bisa Anda lakukan:
1. Tunjukkan Kasih Sayang
Terbuka dalam menunjukkan kasih sayang, baik dalam perkataan maupun perbuatan merupakan salah satu tindakan yang memiliki dampak positif yang besar dalam perkembangan anak. Janganlah ragu untuk memeluk, mengobrol atau melakukan kegiatan bersama dengan anak.
2. Mendukung Anak untuk Mencoba Hal Baru
Menyemangati anak untuk mencoba hal-hal baru memiliki dampak positif dalam meningkatkan keberanian anak, serta membuat anak memahami kemampuannya sendiri.
Biarkan anak mengekspresikan kepribadiannya melalui berbagai sarana, misalnya musik, game, kegiatan kesenian, dan lain-lain.
3. Tunjukkan Rasa Bangga terhadap Prestasi Anak
Baik pencapaian kecil atau besar, menunjukkan rasa bangga pada anak dapat menumbuhkan rasa bangga dan keberhasilan pada diri anak. Selain itu, perilaku ini juga bisa menjadi arahan pada anak untuk memisahkan hal yang baik dan yang tidak baik.
Banyak cara menunjukkan rasa bangga pada anak, misalnya dengan mengatakan secara langsung, atau memberikan hadiah-hadiah kecil.
4. Pertemukan Anak dengan Teman Sebaya
Bermain dengan teman-teman sebaya atau yang usianya tidak terpaut terlalu jauh mampu meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi serta mengorganisir aktivitas dan meningkatkan interaksi sosial.
Biarkan anak mengeksplorasi dunianya, serta ajarkan nilai-nilai kebaikan saat berkomunikasi dengan banyak orang.
5. Komunikasikan Perasaan Anda dengan Baik
Tingkatkan kemampuan empati anak dengan cara menunjukkan perasaan Anda. Komunikasikan dengan anak saat Anda merasa sedih, kecewa atau bahagia. Sikap ini juga bisa mengajarkan anak untuk menyampaikan perasaannya dengan baik.
6. Buat Kebiasaan dan Rutinitas Bersama Anak
Photo by Bermix Studio on Unsplash
Kebiasaan dan rutinitas yang anak jalankan bersama orangtua mampu menumbuhkan rasa aman dan percaya diri. Apabila proses ini berjalan secara konsisten, kebiasaan ini juga bisa mengajarkan anak mengenai konsep mengatur waktu.
Untuk membentuk kebiasaan, pilihlah kegiatan yang sesuai dengan usia anak. Misalnya memiliki jam tidur saat anak usia dini, hingga memberikan tanggung jawab yang lebih besar pada anak berusia remaja.
7. Sediakan Waktu untuk Mendengarkan Perasaan dan Cerita Anak
Di usia muda, sangat penting bagi orang tua untuk mendengarkan cerita dan perasaan anak terkait kegiatan sehari-hari. Hal ini membuat anak mampu mendeskripsikan dan mengolah perasaannya secara tepat. Apabila anak mengalami emosi negatif, bersiaplah untuk menghibur dan menenangkannya.
Memilih Sekolah yang Baik Demi Tumbuh Kembang Anak
Saat ini, Anda sudah memahami teori psikososial dari Erikson serta cara untuk memenuhi kebutuhan psikososial anak. Hal ini bisa Anda praktekkan di rumah.
Meski begitu, di rumah, orang tua bisa terlibat secara aktif dalam proses mendidik dan memantau tumbuh kembang anak. Hal ini karena Anda memiliki akses langsung terhadap aktivitas dan pemikiran-pemikiran sang anak.
Namun, lain halnya jika anak sudah memasuki usia sekolah. Di sekolah, orang tua tidak bisa memantau anak secara langsung. Padahal, sekolah memiliki peranan penting dalam peningkatan skill sosialisasi dan komunikasi pada anak.
Maka dari itu, adalah sebuah hal wajar jika orang tua ingin menyekolahkan anaknya di tempat yang terbaik dan menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan usia sang anak.
Sekolah Prestasi Global untuk Anak Religius dan Siap Bersaing
Kami di Prestasi Global siap membantu Anda menumbuhkan karakter anak yang tidak hanya memiliki kompetensi untuk bersaing di era yang semakin maju, namun juga memiliki nilai-nilai agama yang kuat, kreatifitas serta kepedulian terhadap lingkungan.
Sekolah Prestasi Global mengusung sistem pendidikan dengan Filosofi Lebah. Lebah merupakan hewan yang memiliki banyak manfaat bagi banyak orang. Hal itu pula lah yang menjadi tujuan Sekolah Prestasi Global.
Dalam proses belajar mengajar, Sekolah Prestasi Global tidak hanya melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas saja, namun juga menyediakan beragam ekstrakurikuler agar anak mampu memaksimalkan potensinya.
Selain itu, Sekolah Prestasi Global juga mendukung penuh aspek school-life balance pada diri anak dengan tidak memberikan pekerjaan rumah. Dengan upaya ini, anak bisa memiliki waktu lebih untuk berinteraksi dengan keluarga maupun teman sebayanya di rumah.
Anak pun memiliki dukungan penuh untuk mengembangkan aspek keagamaan dan pengetahuan teknologi dengan fasilitas yang tersedia di sekolah.
Dengan guru-guru yang sudah terseleksi dengan baik, Sekolah Prestasi Global berupaya mencetak penerus yang handal, memiliki pemahaman agama yang kuat dan mampu bersaing di pasar global.
Perpaduan pemahaman orang tua dan sekolah yang kuat terhadap perkembangan psikologis anak merupakan kunci untuk membentuk kepribadian anak yang kuat. Untuk itu, jangan salah pilih sekolah, Prestasi Global saja.
Baca juga: Inilah 12 Pahala dan Keistimewaan Merawat Kucing yang Perlu Diajarkan pada Anak
Bagaimana caranya mengembangkan psikososial pada anak?
Salah satunya dengan menunjukan rasa bangga terhadap prestasi yang dia capai, baik pencapaian kecil atau besar, menunjukkan rasa bangga pada anak dapat menumbuhkan rasa bangga dan keberhasilan pada diri anak. Selain itu, perilaku ini juga bisa menjadi arahan pada anak untuk memisahkan hal yang baik dan yang tidak baik.
Kenapa pada tahap kelima pada tahapan psikososial menjadi fase yang tersulit bagi anak?
Karena dapat menimbulkan rasa bingung pada anak terkait peran, posisi dan identitasnya sendiri. Di fase ini, anak mulai khawatir terhadap masa depan dan mulai berusaha untuk mengenal diri lebih jauh.
Kenapa harus mengenalkan konsep agaman dalam tumbuh kembang anak?
Karena aspek agama berfungsi sebagai pemandu dalam setiap tahapan psikososial. Maka dari itu, pengenalan terhadap agama hendaknya dilakukan sejak anak berusia dini. Banyak cara untuk mengenalkan agama pada anak yaitu dengan cara yang positif, tidak menyertakan unsur paksaan serta menyesuaikan dengan usia anak.