Anak berkebutuhan khusus (ABK) perlu didiagnosa sejak dini karena memiliki perkembangan yang cukup kompleks. Dengan mengetahui hasil diagnosa sedini mungkin, maka orang tua bisa mengerti kebutuhan si Kecil.
Banyak orang tua yang bertanya, sejak umur berapa anak sudah dapat menunjukkan gejala atau kondisi yang berbeda? Apakah sejak baru lahir anak sudah dapat diketahui memiliki gejala tertentu seperti autisme?
Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus dan Autisme
Apa itu ABK atau anak berkebutuhan khusus?
Definisi ABK dalam Permen PPPA No 10/2011, ABK merupakan kondisi anak mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik secara fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan secara signifikan dibandingkan anak lain seusianya.
ABK memiliki karakteristik khusus yang berbeda pada berbagai aspek. Dalam Permendikbud No 157 tahun 2014, ABK dikelompokkan lagi menjadi 12. Salah satunya ialah autis.
Autisme berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata yakni aut = diri sendiri dan ‘isme = keadaan atau orientasi.
Autisme merupakan sebuah kondisi gangguan pada perkembangan saraf yang kompleks dan berat. Hal ini membuat anak autis kesulitan untuk melakukan komunikasi serta mengekspresikan dirinya.
Kondisi ini dapat terjadi pada siapapun tidak bergantung pada etnis, tingkat sosial, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Sebenarnya, kondisi autis ini bukan baru-baru ini terjadi. Hanya saja memang kondisi autis yang dilaporkan meningkat beberapa tahun belakangan.
Di Indonesia, menurut Dr Melly Budiman pada 2000 anak, perbandingan antara anak normal dan anak autis ialah 1 : 500.
Hal ini menunjukkan 1 dari 500 anak mengalami autisme. 4 tahun berselang, Menteri Kesehatan kala itu yakni Siti Fadhilah mengatakan bahwa jumlah anak penyandang autis di Indonesia mencapai 475.000 anak.
Angka ini terus naik pada tahun 2006 dengan perbandingan jumlah anak autis ialah 1 : 150.
Dari data yang ada, diperkirakan jumlah anak penyandang autis di Indonesia sudah melebihi angka 2 juta anak.
Ciri-ciri Autisme dan Kapan Gejala Terdeteksi
Tingginya jumlah anak autis di Indonesia membuat orang tua harus mengetahui ciri-ciri autisme. Pada umumnya, gejala dan ciri-ciri pada anak autis sudah dapat terdeteksi ketika bayi berusia 6 bulan.
Hal ini dapat terjadi ketika Anda mengajak anak untuk berinteraksi. Pada umumnya, jika bayi Anda ajak bicara atau bercanda, maka mereka akan mengeluarkan ekspresi tertentu.
Namun, hal ini berbeda dengan anak ABK autis yang seakan tidak peduli dengan Anda. Mereka tidak tersenyum atau tertawa pada lelucon yang Anda lakukan.
Justru, anak autis akan cuek dan asyik main sendiri tanpa memperhatikan kondisi sekitar.
Dalam penelitian di jurnal International Journal of Developmental Neuroscience pada 2005, 200 bayi di Kanada yang memiliki kakak autis dianalisis perkembangannya, sejak mereka lahir hingga berusia 2 tahun.
Penelitian ini menunjukkan bahwa gejala autisme sudah dapat terdeteksi sejak bayi berusia 6 bulan dengan perilaku yang berbeda.
Perilaku yang dimaksud mulai dari terpaku dengan satu objek untuk waktu yang lama, ekspresi wajah yang berkurang seiring bertambahnya umur, temperamen, dan sebagainya.
Kemudian, ciri-ciri anak autis akan semakin jelas ketika mereka memasuki usia 1 tahun.
Berikut ini ialah beberapa ciri yang dialami oleh anak autis.
1. Kesulitan Berkomunikasi
Photo by Icons8 Team on Unsplash
Salah satu cara untuk mengetahui ABK kategori autis ialah dengan memperhatikan kemampuan berkomunikasi si kecil.
Salah satu masalah yang terjadi pada anak autis ialah mereka mengalami kesulitan bicara. Tidak hanya dalam berbicara, namun mereka juga kerap kesulitan untuk membaca dan menulis serta memahami bahasa tubuh.
Hal inilah yang membuat mereka kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam berbicara, tak jarang anak autis mengucapkan kata yang sama terus menerus atau mengulang kembali kata-kata yang didengarnya.
Anak-anak autis berusia 0 – 3 tahun juga jarang merespon atau bahkan tidak merespon ketika nama mereka dipanggil.
2. Terlalu Fokus dalam Dunia Sendiri
Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash
Jika Anda memberikan mainan kepada si Kecil kemudian mengajaknya bermain peran, pada umumnya anak autis akan mengabaikannya. Anak-anak berusia 3 tahun pada umumnya gemar bermain peran, namun hal ini tidak berlaku pada anak autis.
Misalkan Anda memberi mereka boneka dan mengajak bermain peran menjadi “ibu”, anak tidak akan peduli dengan permainan peran tersebut dan hanya fokus pada bonekanya saja. Mereka tidak bosan untuk menghabiskan waktunya dan berada dalam dunianya sendiri.
3. Tidak Menunjukkan Ekspresi
Seperti telah disinggung sebelumnya, bayi yang mengalami autis juga kesulitan untuk menunjukkan ekspresi. Mereka tidak akan menunjukkan ekspresi ketika diajak bercanda, bahkan untuk sekedar tersenyum pun tidak.
Hal ini membuat orangtua kesulitan apa yang sebenarnya sedang anak rasakan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu mereka juga sering marah, menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas.
Karena kesulitan untuk berkomunikasi, mereka juga kesulitan untuk mengungkapkan apa yang sedang mereka rasakan.
4. Kesulitan dalam Berhubungan Sosial
Karena kesulitan dalam berkomunikasi, hal ini juga berpengaruh terhadap kemampuan bersosial si anak. Anak yang mengalami autisme akan lebih asyik dengan dunianya sendiri. Mereka sulit untuk terhubung dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
Selain itu, anak autis juga kesulitan untuk memahami perasaan orang lain dan kurang responsif atas perasaan diri sendiri bahkan orang lain.
Hal inilah yang menyebabkan anak autis kesulitan untuk berinteraksi dan berteman.
5. Melakukan Aktivitas yang Membahayakan Dirinya
Satu lagi ciri yang juga bisa Anda amati ketika bayi berusia 0 – 3 tahun yakni melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya.
Aktivitas yang dimaksud seperti dengan menggigit tangannya sendiri sangat kencang hingga membuat tangannya terluka.
Aktivitas lainnya bisa berupa membenturkan kepala ke dinding dengan sangat keras yang tentunya akan sangat berbahaya. Oleh karenanya, orang tua harus terus hadir pada perkembangan dan pertumbuhan si kecil.
Cara Memastikan Anak Menderita Autisme
Apabila anak Anda mengalami berbagai ciri yang mengarah kepada gangguan autis, maka Anda harus segera membawanya ke dokter.
Anak autis lainnya juga bisa mengalami gangguan yang menyerupai gangguan lain. Gangguan tersebut seperti depresi, cemas, gangguan pendengaran hingga trauma akibat kekerasan.
Oleh karenanya, apabila anak sudah menunjukkan gejala-gejala autisme, Anda perlu langsung berkonsultasi dengan dokter. Dalam mendiagnosa autisme pun dilakukan secara hati-hati. Dokter akan memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan si kecil serta mengevaluasinya.
Berbagai hal yang akan diperhatikan mulai dari kemampuan berbicara, fokus anak, perilaku, kegiatan belajar, hingga respon dan pergerakan anak.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan lain seperti tes genetik, tes pendengaran serta tes psikologi.
Hingga saat ini, belum ada penyebab pasti mengenai penyakit ini. Namun, beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor yang berpengaruh ialah genetik serta lingkungan.
Autisme dapat menurun dalam keluarga, kombinasi gen tertentu dari orang tua juga dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme pada anak. Penelitian juga menemukan bahwa kemungkinan adanya faktor metabolik atau biokimia yang menyebabkan gangguan spektrum autisme.
Pengobatan Autisme
Kondisi autisme sampai saat ini tidak dapat disembuhkan. Namun, terdapat beberapa penanganan yang dapat membantu penderita untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun mengalami gangguan, namun bukan berarti penderita ABK sejak dini tidak dapat bersosialisasi dengan masyarakat.
Dengan penanganan yang baik, anak-anak autisme ini tetap bisa berprestasi sama dengan anak lainnya. Penanganan yang dapat diberikan kepada anak-anak autis ialah berupa terapi.
Berikut ini ialah beberapa terapi yang umumnya diberikan kepada anak-anak autis.
1. Terapi Perilaku dan Komunikasi
Terapi pertama yang dapat dilakukan ialah terapi perilaku serta komunikasi. Tujuan melakukan terapi ini ialah untuk memberikan pengajaran dasar kepada anak autis untuk bisa berperilaku dengan lebih baik.
Salah satu gejala umum yang sering dialami ialah kesulitan berbicara, berperilaku, dan berkomunikasi. Dengan adanya terapi ini, maka kemampuan dasar tersebut perlahan-lahan akan berkembang.
Terdapat berbagai jenis terapi perilaku dan komunikasi untuk mendukung perkembangan buah hati. Berikut ini ialah beberapa terapi dan tujuannya.
- Terapi okupasi, membantu anak untuk bisa memiliki kemampuan dasar dalam kehidupan seperti cara makan yang benar, berpakaian, hingga berinteraksi dengan orang lain.
- Terapi wicara, membantu anak untuk bisa berkomunikasi dengan lebih baik lagi.
- Analisis perilaku terapan (ABA), meningkatkan perilaku positif dan mencegah terjadinya perilaku negatif
- Terapi integrasi sensorik, membantu anak yang mengalami masalah dengan sentuhan, suara, atau pemandangan
2. Terapi Keluarga
Tidak hanya untuk anak-anak, terapi juga perlu dilakukan oleh orang tua dan keluarga dari anak yang mengalami autis.
Sebagai anak dengan kebutuhan khusus, tentu saja perlakuan dan kebutuhan yang mereka butuhkan berbeda dari anak normal lainnya.
Oleh karenanya, orang tua harus belajar memahami kebutuhan buah hati dan mengetahui bagaimana cara untuk berinteraksi dengan anak-naka.
Orang tua juga perlu untuk mengajarkan bagaimana anak berperilaku dan berbicara agar bisa lebih baik setiap harinya.
3. Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan ini bukan untuk menyembuhkan autisme secara keseluruhan. Jika anak-anak mengalami gangguan dan gejala yang cukup parah, maka pemberian obat-obatan mampu mengatasi dan mengendalikan gejala tersebut.
Misalkan, anak mengalami gejala kejang-kejang, di mana konsumsi obat-obatan dapat mencegah gejala tersebut berlangsung terus menerus.
Kesimpulan
Pada umumnya, gejala dari anak autis sudah dapat dideteksi sejak dini. Apabila Anda memperhatikan kembang tumbuh mereka, maka Anda akan memahami gejala apa saja yang terjadi.
Sebagai orang tua, Anda tetap harus menemani dan mendukung pertumbuhan si kecil. Menjadi anak berkebutuhan khusus bukan akhir dari segalanya, banyak ABK yang tetap bisa berprestasi dan melakukan hal yang luar biasa.
Hal ini dapat terjadi karena dukungan penuh dari orangtua serta lingkungan pendidikan.
Sebagai orang tua anak autis, memilih sekolah menjadi hal yang sangat penting. Anda bisa memilih sekolah yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus sehingga bisa mendapatkan perlakukan yang tepat.
Namun, tidak sedikit pula orang tua yang menyekolahkan anaknya ke sekolah umum karena ingin membuat mereka bisa bersosialisasi dengan baik. Kini, banyak sekolah yang mampu memberikan pengajaran terbaik kepada setiap muridnya.
Pendidikan dapat diterima oleh berbagai kondisi dari murid. Hal ini juga bisa Anda temukan di Sekolah Prestasi Global yang memiliki sistem pendidikan yang ramah untuk semua anak..
Dengan memiliki tenaga pendidikan yang berpengalaman, mampu memberikan pengajaran terbaik untuk semua anak.
Semakin cepat Anda mendeteksi anak berkebutuhan khusus, semakin tepat pula penanganan yang dapat Anda berikan untuk membantu mereka tumbuh dengan baik.
Baca Juga : 12 Tips Mengajari Anak Cerdas Mengelola Uang
Bagaimana Anak berkebutuhan khusus (ABK)?
perlu didiagnosa sejak dini karena memiliki perkembangan yang cukup kompleks. Dengan mengetahui hasil diagnosa sedini mungkin, maka orang tua bisa mengerti kebutuhan si Kecil.
Apa itu Autisme?
Autisme berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata yakni aut = diri sendiri dan ‘isme = keadaan atau orientasi. Autisme merupakan sebuah kondisi gangguan pada perkembangan saraf yang kompleks dan berat. Hal ini membuat anak autis kesulitan untuk melakukan komunikasi serta mengekspresikan dirinya.
Bagaimana Ciri-ciri Autisme dan Kapan Gejala Terdeteksi ?
Tingginya jumlah anak autis di Indonesia membuat orang tua harus mengetahui ciri-ciri autisme. Pada umumnya, gejala dan ciri-ciri pada anak autis sudah dapat terdeteksi ketika bayi berusia 6 bulan. Hal ini dapat terjadi ketika Anda mengajak anak untuk berinteraksi. Pada umumnya, jika bayi Anda ajak bicara atau bercanda, maka mereka akan mengeluarkan ekspresi tertentu.