Pembentukan Karakter Anak Islami
Pembentukan karakter anak Islami wajib diupayakan oleh orang tua. Terlepas dari daerah mana Anda berasal, dari budaya mana Anda berkembang, dan lain-lain.
Lantaran, anak adalah hasil gambaran orang tua. Jika gambar yang ditorehkannya bagus, maka akan bagus pula karakter kedepannya. Namun, jika gambar yang ditorehkannya kurang bagus, maka akan kurang bagus pula karakter kedepannya.
Oleh sebab itu, Islam sebagai agama rahmatan li al-‘alamin yang mengatur segala hal permasalahan, turut juga mengatur masalah ini. Bagaimana kiat-kiat orang tua membentuk karakter anak sesuai syariat sejak dalam fase kandungan hingga dalam fase bertumbuh dewasa.
Pahami Definisi Karakter
Dalam bahasa Inggris, karakter disebut juga character. Secara etimologis kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang artinya ‘to engrave’ (mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan) (Echols dan Shadily, 2000).
Sedangkan dalam KBBI (2001: 682), karakter artinya tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Orang yang berkarakter, berarti orang tersebut berkepribadian, bersifat, berperilaku, bertabiat atau berwatak.
Bagaimana definisi karakter dalam perspektif Islam sendiri? Islam mengartikan karakter sebagai akhlak atau dalam bahasa Arabnya berarti akhlaq (tabiat, perangai, dan kebiasaan) yang banyak ditemukan di dalam hadits Nabi SAW.
Meskipun terlihat sama, tetapi setiap orang memiliki karakter yang unik. Katakan saja dari cara berpikirnya, cara meresponi perasaannya, dan cara bertindaknya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Anak
Pembentukan karakter masing-masing anak perlu mendapat perhatian lebih dari orang tua. Ayah dan ibu yang baik, akan selalu mengupayakan pendidikan character building yang baik pula bagi generasi berikutnya.
Sebelumnya, Anda harus tahu terlebih dahulu, faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan karakter si buah hati. Sehingga, Anda bisa semakin mudah mengimplementasikan ilmu pada kehidupan nyata.
Ada dua faktor pembentukan karakter si buah hati. Pertama adalah pembawaan. Kedua adalah lingkungan.
Bersumber dari ajaran Islam, setiap anak memiliki potensi bawaan atau ‘fitrah’, yaitu ketetapan dariNya sejak awal penciptaan. Ini terkandung dalam firman Allah SWT, yang artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS Al-Rum : 30).”
Sementara itu, faktor lingkungan pembentuk karakter anak terdiri dari lingkungan yang bersifat sosial dan lingkungan yang bersifat fisik. Lingkungan yang bersifat sosial artinya karakter anak bisa terbentuk akibat proses sosial, interaksi antara individu dengan sekelompok individu.
Dari kedua faktor tersebut, faktor bawaan (keturunan) dan lingkungan harus berjalan beriringan. Faktor bawaan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak saat fase bayi. Sedangkan faktor lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak saat fase dewasa.
Fase Pembentukan Kepribadian Anak Menurut Islam
Jika ada yang bilang bahwa pembentukan kepribadian anak awal mulanya dari pemilihan pasangan hidup, memang benar adanya. Pasangan yang aware dengan dunia parenting akan mengupayakan yang terbaik untuk anak cucunya kelak.
Dalam Islam ada 5 fase pembentukan karakter anak saat Anda married dan mendapat karunia calon buah hati. Berikut pembahasan lengkapnya.
1. Fase Anak Dalam Kandungan
Membentuk karakter anak Islami sudah bisa Anda lakukan sejak si buah hati masih di dalam kandungan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS Al-A’Raf ayat 172 yang intinya menjelaskan bahwa orang tua harus mengenalkan Allah SWT terlebih dahulu kepada sang anak.
Pengenalan ini bisa dimulai dari banyaknya komunikasi antara orang tua dan anak. Komunikasi yang lancar akan membangun kedekatan hubungan keduanya. Misalnya, banyak membacakan doa, melantunkan ayat suci Al-Quran, mengajak berbicara menggunakan kalimat thayyibah, dan menjaga adab pribadi.
Akan kurang berguna jika hajat baik orang tua terhalang dosa. Konsumsi hariannya adalah makan-makanan haram. Sementara, hal haram tidak sesuai dengan aturan konsumsi dalam Islam.
2. Fase Anak Usia 0 – 6 Tahun
Usia 0-6 tahun adalah fase paling menyenangkan bagi anak. Rasulullah SAW memberi contoh dengan cara menjadikan anak sebagai raja. Semua serba mendapat pelayanan prima, layaknya seorang raja.
Orang tua memanjakan anak, memberi perhatian penuh terhadap tumbuh kembangnya, dan mengajak anak bermain sekaligus belajar yang menyenangkan. Apalagi dalam rentang tersebut terdapat fase emas yang harus dimaksimalkan.
Fase emas hanya terjadi satu kali seumur hidup. Ini sejalan dengan penelitian seorang ahli pendidikan di bidang neurologi di Universitas Chicago, Amerika Serikat, yaitu Benyamin S.Bloom. Beliau mengatakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak anak mencapai 50% pada usia 0-4 tahun, dan mencapai 80% hingga usia 8 tahun.
Orang tua harus memberi stimulasi yang menyenangkan untuk tumbuh kembang sang anak. Melakukan stimulasi secara kontinyu dan teratur akan memperkuat hubungan antar saraf, perilaku, kecenderungan, sekaligus kebiasaan.
3. Fase Anak Usia 7 – 14 Tahun
Berbeda pada fase sebelumnya. Justru pada usia anak 7 – 14 tahun, harus diberlakukan laiknya tawanan perang. Bukan mengekang begitu saja, hanya orang tua harus lebih memperingati anak, memarahi anak, bahkan memukul jika kesalahan tersebut tidak kunjung diperbaiki.
Pembentukan jiwa tanggung jawab dan disiplin mulai semakin ketat, khususnya untuk menjalankan perintah agama seperti shalat. Karena, usia 7 – 14 tahun, anak sudah akil baligh yang sudah bisa membedakan mana yang benar dan salah.
4. Fase Anak Usia 15 – 21 Tahun
Pada fase ini, anak sudah tumbuh lebih dewasa. Kematangan berpikirnya sudah mulai terbentuk. Sebagai orang tua, Anda harus bisa berperan sebagai teman dan sahabat yang menyenangkan bagi anak-anak. Layaknya anak-anak Anda memiliki teman dan sahabat yang sering menjadi tempat curhat ternyamannya.
Jangan sampai anak lebih nyaman berbicara kepada teman dan sahabatnya daripada berbicara kepada Anda, orang tuanya. Karena, tanpa Anda sadari jika hal tersebut terjadi, anak akan mudah membangkang, tidak memiliki rasa hormat, dan merasa tidak mendapat dukungan dari keluarganya sendiri.
Lakukan hal-hal ringan seperti mengajaknya makan dan ngobrol santai bersama, mengkritisi permasalahan yang menimpa saudara-saudara seiman dan bagaimana solusi nyata yang harus sang anak lakukan. Dengan begitu, rasa nyaman akan semakin mudah Anda dan kemungkaran akan semakin jauh dari hadapan.
5. Fase Anak Usia 21 Ke Atas
Usia 21 ke atas, anak sudah mulai paham dan mampu menjaga komitmen akan tanggung jawabnya. Anak akan bisa menemukan jati diri dan bekal untuk kehidupan dewasa nanti.
Namun sebagai orang tua, Anda tidak boleh seenaknya. Membebaskan dan memberi kepercayaan anak memilih jalan hidupnya, memang bagus. Tetapi, Anda juga perlu memantau pergaulannya.
Banyak anak rusak gara-gara salah pergaulan, walau didikan orang tuanya bagus sejak dini. Orang tua harus sensitif siapa teman dekat sang anak. Jika temannya baik, maka akan berpengaruh pada pembentukan karakter yang baik pula dan sebaliknya.
Dengan begitu, anak akan bisa menjunjung harkat dan martabat orang tua, baik di dunia maupun di akhirat. Bukan justru menjatuhkannya. Karena, anak dengan karakter Islami menjadi aset berharga untuk investasi orang tua di akhirat nanti.
Peran Orang Tua Meneladani Rasulullah SAW Dalam Pembentukan Karakter Anak Islami
Dari pembahasan di atas, tujuan dan harapan besar yang harus Anda capai dalam pembentukan karakter diri anak adalah sang anak memiliki karakter sesuai dengan teladan terbaik umat Islam, Rasulullah SAW. Karakter esensialnya diantaranya shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.
Keempat karakter tersebutlah yang mengantarkan manusia memiliki sifat mulia dan sebagai bekal mendidik generasi berikutnya dengan lebih baik. Yang saat ini menjadi anak, suatu saat nanti akan mendidik anak.
Anda bisa menerapkan 8 karakter Rasulullah SAW saat menjadi guru untuk umat. Ke-8 karakter tersebut secara detail antara lain:
1. Kasih Sayang
Setiap pendidik harus mendidik anak didiknya dengan penuh kasih sayang. Tak jarang pula, didikan pendidik bisa menyentuh kalbu.
2. Sabar
Masing-masing anak memiliki karakter unik. Untuk bisa mengambil hati, Anda harus lebih sabar dalam melakukan pendekatan. Beri pemahaman lebih kepadanya, maka anak tidak akan membangkang dengan arahan positif dari Anda.
3. Cerdas
Orang tua tidak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional dan spiritual. Bagaimana bisa menganalisis setiap masalah dan memberikan solusi penyelesaiannya dengan cerdas.
4. Tawadhu’
Sombong bisa menghancurkan segalanya. Meskipun Anda memiliki ilmu lebih, tetapi tidak sepantasnya Anda menyombongkan diri. Semua yang Anda miliki adalah anugerah dariNya dan akan kembali kepadaNya.
5. Bijaksana
Saat tersulut emosi atau masalah yang tak kunjung berakhir, Anda harus mampu mengontrol ego. Bersikap bijaksanalah dalam proses penyelesaian masalah tersebut.
6. Pemberi Maaf
Meskipun anak didik mendapat sanksi atas kesalahan yang pernah diperbuat, Anda harus tetap bisa memberikan kata maaf padanya. Sejatinya, kesalahan-kesalahan tersebut adalah sarana edukasi terbaik untuk anak-anak.
7. Kepribadian yang Kuat
Secara tidak langsung, jika Anda memiliki kepribadian yang kuat, maka akan menjadi tauladan tersendiri bagi anak. Karena anak yakin bahwa Anda bisa menyelesaikan permasalahan dan menanamkan keyakinan diri anak untuk memiliki karakter Islami.
8. Yakin Terhadap Tugas Pendidikan
Semua hal-hal baik akan semakin sempurna jika Anda kerjakan dengan keyakinan yang baik pula. Anda mampu dan Ana yakin bisa menyelesaikan tugas dengan baik. Menjadi sebaik-baiknya orang tua, yang Anda tahu tugas tersebut tidaklah ringan.
Kesimpulan
Memiliki karakter Islami tidaklah ujug-ujug ada. Ada proses panjang yang harus Anda dan anak lalui. Mulai dari fase kehamilan, fase usia 0 – 6 tahun, fase usia 7 – 14, fase usia 15 – 21, dan fase 21 ke atas.
Orang tua berjuang mengenalkan Sang Pencipta kepada anak sejak dalam kandungan. Begitupun, anak berjuang mempertahankan karakter yang telah orang tua bentuk dan meningkatkan pemahaman Islam sejak mampu berpikir, membedakan yang baik dan yang bathil.
Terlebih di zaman yang mudah sekali terjerumus godaan yang menjauhkan dariNya, harus pintar-pintar menghindarinya. Betul? Bersama Prestasi Global, kami akan membantu Anda.
Karena, hasil manis dari pendidikan karakter anak Islami akan menghadirkan generasi Islami yang mampu mengangkat harkat dan martabat orang tua di akhirat nanti. Tidak ada yang lebih berarti daripada karakter dan doa anak-anak sholeh.
Baca Juga : Mengenal Metode Pembelajaran Daring Yang Efektif
Apa Peran Orang Tua Meneladani Rasulullah SAW Dalam Pembentukan Karakter Anak Islami Yang Paling Esensial?
Karakter esensialnya diantaranya shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.
Bagaimana Cara Orang Tua Dalam Menghadapi Pembentukan Kepribadian Anak Pada Anak Usia 21 Ke Atas?
Usia 21 ke atas, anak sudah mulai paham dan mampu menjaga komitmen akan tanggung jawabnya. Anak akan bisa menemukan jati diri dan bekal untuk kehidupan dewasa nanti. Namun sebagai orang tua, Anda tidak boleh seenaknya. Membebaskan dan memberi kepercayaan anak memilih jalan hidupnya, memang bagus. Tetapi, Anda juga perlu memantau pergaulannya. Banyak anak rusak gara-gara salah pergaulan, walau didikan orang tuanya bagus sejak dini. Orang tua harus sensitif siapa teman dekat sang anak. Jika temannya baik, maka akan berpengaruh pada pembentukan karakter yang baik pula dan sebaliknya.
Bagaimana Cara Orang Tua Membentuk Kepribadian Anak Dalam Kandungan?
Membentuk karakter anak Islami sudah bisa Anda lakukan sejak si buah hati masih di dalam kandungan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS Al-A’Raf ayat 172 yang intinya menjelaskan bahwa orang tua harus mengenalkan Allah SWT terlebih dahulu kepada sang anak. Pengenalan ini bisa dimulai dari banyaknya komunikasi antara orang tua dan anak. Komunikasi yang lancar akan membangun kedekatan hubungan keduanya. Misalnya, banyak membacakan doa, melantunkan ayat suci Al-Quran, mengajak berbicara menggunakan kalimat thayyibah, dan menjaga adab pribadi.